Palembang, Halosumsel -Pada hari Sabtu, tepatnya tanggal 6 Juli 2024 sekira pukul 11.30 wib, Abdul Azis Kamis Bin Abdul Kamis meninggal dunia dalam usia 63 tahun, saat dalam perawatan di Rumah Sakit Umum Muhammad Husin (RSMH) Palembang.
Kabar duka tersebut diterima bertepatan saat kami kader dan pengurus PAN Sumsel sedang menghadiri resepsi pernikahan
putrinya Ujang Amri (alm)-Kormarinah di salah satu hotel di kawasan Jalan Basuki Rahmat Palembang.
Baik shohibul hajat maupun almarhum adalah keluarga besar PAN, dan
Alm sendiri saat ini masih tercatat sebagai Wakil Ketua Bapilu DPW PAN Sumsel.
Kabar meninggalnya dan ucapan belasungkawa kepada almarhum begitu cepat menyebar luas dari mulut ke mulut dan melalui berbagai flat form medsos, khususnya melalui laman FB dan grup WhatsApp. Itu karena semasa hidupnya, almarhum dikenal sebagai sosok egaliter, sehingga wajar jika sosoknya dikenal luas oleh hampir semua lapisan masyarakat Sumsel.
Begitu menerima kabar beliau telah tiada, kami kader PAN Sumsel yang hadir di acara pernikahan lansung bergegas menuju RSMH, tempat almarhum dirawat sejak tgl 1 Juli 2024. Sekretaris PAN Sumsel yang juga mantan Bupati Empat Lawang Joncik Muhammad bersama istrinya pun bergegas dari tempat resepsi langsung menuju paviliun Lakitan I.3 untuk menjenguk dan mengantarkan jazad almarhum ke mobil ambulans untuk dibawa ke rumah duka di Perumda Talang Buruk Sukarame Palembang.
Semasa hidupnya, Azis Kamis pria kelahiran Belawan Sumut ini sangat dikenal dalam dunia ‘pergerakan’ di Sumsel. Sepertinya dalam tubuhnya mengalir darah aktivis yang konsisten memperjuangkan hak-hak masyarakat marjinal, khususnya kelompok rakyat miskin perkotaan.
Di era tahun 90-an, almarhum mendirikan Yayasan Wira Bhakti Utama (YWBU). Yayasan ini banyak melakukan pendampingan (advokasi) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) bidang sosial ekonomi dan budaya. Juga mendirikan Koperasi Wira Bhakti, fokus simpan pinjam untuk para tukang becak yang tergabung dalam organisasi Persatuan Abang Becak (PAB) Palembang.
Di YWBU saya pun dilibatkan almarhum untuk urusan publikasi dan suporting staf dlm program pemberdayaan masyarakat rumah rakit dan pengemudi motor ketek di kawasan Sungai Musi Palembang.
Juga ikut mensupport program Musi River Society dan Palembang River Front City. Terkait program tersebut, almarhum dikirim magang selama 6 bulan ke negeri Kincir Angin Belanda. Untuk mengetahui bagaimana cara negeri Ratu Beatrix ini sukses membangun kawasan pemukiman di pinggiran sungai dan lautan tanpa mengganggu ekosisten yang ada.
Masih bersama almarhum, saya dan jurnalis muda Dicky Wahyudi (alm) diminta beliau membantu kegiatan di LSM FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran). Almarhum sebagai Koordinator Fitra Sumsel saat itu sangat intens mengkritisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun pemerintah daerah provinsi maupun kab/kota. FITRA mensinyalir ada banyak alokasi anggaran yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, dan lebih berorientasi proyek yang hanya akan menjadi ‘bancakan’ oknum-oknum terkait. Melihat kondisi itu, almarhum merasa perlu mengadakan diskusi dan seminar dengan mengundang para ahli ekonomis dan pembangunan. Guna mencari formula yang pas dalam penyusunan anggaran yang berpihak kepada rakyat, bukan sekedar proyek.
Sejatinya, jiwa aktivis di tubuh almarhum sudah terlihat sejak masih mahasiswa UIN (dulu IAIN) Raden Fattah. Di intra kampus beliau aktif sebagai Menwa dan di ekstra kampus bergabung dalam kelompok insan cita HMI.
Saya dan almarhum pertama kali bertemu tahun 1990. Saya seorang jurnalis dan beliau aktivis LSM dan Ormas Kepemudaan. Sejak kenal dan sampai meninggal dunia persahabatan tetap terjalin dengan baik, tidak pernah terputus sampai akhir hayatnya. Beliau sepertinya selalu ingin melibatkan saya dalam setiap aktifitasnya dalam berorganisasi.
Selain di LSM dan yayasan yang dia pimpin, beliau juga mengajak saya menjadi pengurus organisasi kepemudaan Wira Karya Indonesia (WKI) Sumsel yang dipimpinnya. Kami juga sama2 aktif sebagai pengurus KNPI, pengurus ormas Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), dan sekarang sama2 pengurus PAN Sumsel.
Kemudian, almarhum juga mendirikan media cetak yang fokus pada pemberitaan tentang membangun desa, yakni tabloid Desa sejak tahun 2005 hingga sekarang masih eksis. Saya pun
pernah menukangi media tersebut untuk beberapa edisi penerbitan.
Selamat jalan saudaraku Abdul Azis Kamis. Aku bersaksi almarhum orang baik. Tunggu kami di pintu syurga. (Asnadi)