Palembang, Halosumsel l-Debat Terakhir Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumatera Selatan (Sumsel) 2024 telah usai dilaksanakan. Para pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur telah menyampaikan argumen terbaiknya di atas panggung.

Meski demikian, debat yang dilaksanakan pada Kamis, 21 November 2024 kemarin tak luput dari celah kesalahan para paslon. Ada yang terlihat unggul, ada juga yang tampil secara lugu.

Mengenai performa para paslon di Debat Terakhir Pilkada Sumsel 2024, pengamat politik Sumsel, Bagindo Togar mengkritik pedas paslon nomor urut 01, Herman Deru-Cik Ujang. Menurut Bagindo, Herman Deru tampak mengeliminir posisi Cik Ujang dalam debat.

“Herman Deru ini tega memarjinalkan calon wakilnya dengan segala keterbatasannya Itu, ‘kan beliau calon wakil dia. Dia (Cik Ujang) ketua partai, mantan bupati, tapi kok Herman Deru “tega” memarjinalkan nya,” kata Bagindo, Jumat 22 November 2024.

Bagindo menganggap bahwa gubernur dan wakil gubernur adalah satu kesatuan, sehingga keduanya adalah yang harus saling melengkapi.

Selain itu, ketika ditantang oleh Anita untuk bersuara, Bagindo menilai Cik Ujang justru menunjukkan sisi keluguannya. Padahal, pada saat itulah Cik Ujang punya kesempatan untuk menunjukkan kapabilitasnya.

“Cik Ujang juga ketika muncul, dia menunjukkan keluguan dan kepolosannya, masa bilang ‘takut tidak bisa terjawab’, jadi lucukan? ,” lanjut dia.

Bagindo juga mengkritik jawaban Herman Deru yang cenderung mengelak dan lepas dari tanggung jawab terhadap permasalahan di provinsi Sumsel. Meski tidak muncul di era pemerintahan Deru, namun sebagai gubernur, Herman Deru turut bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Menurutnya, Herman Deru menyampaikan argumen yang tidak punya korelasi dengan masalah yang dibahas. Argumen itu, tutur Bagindo, juga cenderung sangat normatif dan tidak menghadirkan alternatifterhadap masalah yang tengah dihadapi.

“Herman Deru cenderung mengelak dan lepas dari tanggung jawab terhadap permasalahan yang memang tidak muncul di era pemerintahan dia. Tapi nggak bisa begitu. Masalah itu tetap harus diselesaikan. Nggak mungkin masalah Masjid Sriwijaya kita kembalikan lagi ke Pak Alex,” terang Bagindo.

“Pemerintahan itu sistemnya berkelanjutan, nomenklaturnya itu jabatan atau institusi gubernur, bukan personal. Jadi kalau ada masalah di era gubernur sebelumnya, gubernur selanjutnya ya tetap bertanggung jawab menyelesaikannya, bukan mengelak,” cecarnya.

Berdasarkan penilaan Bagindo, secara keseluruhan, paslon nomor urut 02, Eddy Santana Putra-Riezky Aprilia tampak jauh lebih menonjol ketimbang paslon lain.

Menurut Bagindo, baik Eddy maupun Riezky, keduanya sama-sama ingin tampak lebih dominan. Hal tersebut terlihat pada saat keduanya mendapat kesempatan untuk berbicara. Mereka tampak saling bergantian berbicara dengan menyampaikan argumennya masing-masing.

Akan tetapi, Bagindo menganggap pertanyaan maupun pernyataan yang diajukan keduanya justru terkesan menyerang ketimbang fokus pada pemecahan masalah.

“Kelebihan paslon 02, mereka lebih cerdas dan tangkas, tetapi mereka itu murni menyerang. Dua-duanya bicara. Terjadi upaya saling menonjol antara Eddy dan Riezky. Mungkin karena mereka sama-sama tergolong cerdas, ya, jadi mereka berdua seperti nya bersaing, ingin saling menonjol,”

Sementara itu, paslon nomor urut 03, yakni Mawardi Yahya-Anita Noeringhati jauh lebih mengunggulkan sosok wakil. Dalam beberapa kali kesempatan, Anita lebih banyak menguasai mikrofon ketimbang Mawardi.

Masih menurut Bagindo, dia menilai bahwa Mawardi menyadari kekurangannya, sehingga dia memberikan ruang lebih banyak kepada Anita untuk berargumen di atas panggung.

“Meski yang menonjol wakilnya, tapi Pak Mawardi masih tampil legowo dan hanya menyampaikan hal-hal penting saja. Pak Mawardi sadar akan kekurangannya, makanya dia beri ruang yang lebih luas untuk Ibu Anita dalam merepresentasikan gagasan maupun argumentasi nya, karena Beliau menganggap sejatinya Ibu Anita itu memang lebih cerdas juga lugas,” tutupnya. (*)