Halosumsel.com –
Pandangan bangsa Indonesia terhadap perang adalah ”cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan”, yang mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia akan selalu berupaya menempuh upaya damai dalam menyelesaikan setiap permasalahan dengan negara lain dan perang merupakan upaya terakhir apabila upaya lain yang ditempuh tidak berhasil.
Perang hanya dilaksanakan apabila terpaksa dan upaya-upaya damai mengalami kebuntuan serta keadaan telah mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa Indonesia. Hal ini mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia yang tidak menginginkan pertikaian dengan bangsa dan negara lain, dan selalu berupaya membangun kerjasama dengan berbagai negara di dunia, serta tidak memiliki niat atau keinginan untuk mengancam apalagi menginvasi negara lain, namun kekuatan pertahanan negara mutlak tetap dibangun, dipelihara dan ditingkatkan.
Dewasa ini, dengan argumen bahwa politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif dan berbagai kerjasama antar negara telah dilakukan, ada beberapa kalangan berpendapat bahwa untuk jangka waktu 10 hingga 15 tahun ke depan kecil kemungkinan bangsa Indonesia akan menghadapi invasi militer dari negara lain, dan kemungkinan ancaman yang lebih intensif dihadapi adalah ancaman internal, sehingga menimbulkan pemikiran bahwa pembangunan kekuatan pertahanan negara bukan suatu kebutuhan yang mendesak untuk dilaksanakan. Bahkan muncul pemikiran untuk membangun postur pertahanan dengan merubah sistem pertahanan negara bersifat semesta dengan sistem pertahanan lain yang diorientasikan kepada tindakan kriminal yang terjadi di darat, laut dan udara.
Pendapat atau pemikiran tentang perkiraan ancaman tersebut, tentu sangat utopis atau bersifat khayal, karena hingga saat ini belum ada satu orang pun pakar strategi di dunia yang dapat menentukan kapan ancaman terhadap suatu negara akan datang. Hingga saat inipun batasan dan pengertian hakikat ancaman serta penentuan sarana yang tepat untuk menghadapi suatu ancaman masih menjadi perdebatan dalam suatu negara, seperti terkait seberapa besar ancaman kekuatan militer (bila ada) yang dihadapi dan kapabilitas militer seperti apa yang diperlukan untuk menghadapi ancaman tersebut.
Harus pula disadari bahwa ancaman militer terhadap kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI kemungkinan dapat saja terjadi tanpa harus menunggu 10 s.d 15 tahun ke depan, karena apabila dicermati secara teliti, sebenarnya saat inipun kedaulatan negara dan keutuhan NKRI sedang menghadapi ancaman aktual maupun potensial, khususnya ancaman Proxy War, seperti gerakan separatis, aksi radikal, bentrok antar kelompok dan peredaran narkoba.
Dengan demikian, dalam merancang arah pembangunan kekuatan pertahanan, kita tidak boleh terjebak pada pendapat tentang perkiraan ancaman tersebut. Sebagai negara berdaulat, Indonesia tetap mengembangkan strategi dan kekuatan pertahanan yang berorientasi keluar, karena kebutuhan militer untuk menghadapi konflik internal merupakan bagian kecil dari keseluruhan sistem, yang lebih tepat bila ditangani oleh penegak hukum, terkecuali dalam hal-hal tertentu sesuai tugas yang ditentukan dalam undang-undang
Dalam konteks ini, pembangunan TNI AD sebagai bagian integral TNI agar mampu melaksanakan tugas pokoknya dan sekaligus mampu meningkatkan daya tangkal pertahanan negara terhadap setiap kemungkinan ancaman yang datang, menjadi suatu keharusan dan keniscayaan, karena invasi negara lain terhadap Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan politik dan kepentingan suatu negara yang tidak menentu (asimetrik) sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya saat itu.
Disisi lain, tujuan akhir dari invasi adalah penguasaan daratan, sehingga pembangunan kekuatan pertahanan perlu dilakukan seawal dan sedini mungkin, tanpa harus menunggu atau melihat waktu ancaman militer yang diprediksikan akan datang, karena membangun pertahanan negara pada saat ancaman militer sudah ada dan terjadi, merupakan sesuatu yang tidak mungkin lagi dilakukan.
Dalam pembangunan pertahanan negara, Indonesia tentu tidak harus mencontoh pertahanan negara lain, tetapi harus sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia yang diorientasikan terhadap tugas pokok TNI. Apabila dihadapkan pada karakteristik bangsa maka sistem pertahanan negara yang bersifat semesta merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia, karena telah dibuktikan dalam proses perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaannya. Dalam sistem pertahanan negara bersifat semesta, faktor persatuan dan kesatuan serta kesadaran bela negara dan cinta tanah air sangat diperlukan dalam pembinaan potensi nasional, agar sewaktu-waktu siap diberdayakan untuk kepentingan pertahanan negara.
Satu hal yang perlu dipahami bahwa upaya membangun kekuatan pertahanan Negara yang meliputi pembangunan kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan, dalam menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa, maka mengharuskan segenap komponen bangsa untuk ikut terlibat dalam membangun TNI AD, sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai warga negara. (rel)