Halosumsel.com-
Pada setiap bulan September, seluruh bangsa Indonesia patut kiranya mengingat dan mengenang kembali pahitnya tragedi G.30.S/PKI. Kiprah Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam catatan sejarah di Indonesia telah monorehkan luka mendalam dalam hati sanubari bangsa Indonesia. PKI telah berulangkali melakukan pemberontakan dan pengkhianatan serta pembunuhan keji terhadap sejumlah Petinggi TNI AD dan juga rakyat Indonesia.
Meskipun PKI dan Ormas-Osmasnya sudah dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang sejak tanggal 12 Maret 1966 melalui Tap MPRS No.XXV 1966, tidak berarti ajaran dan ideologi Komunis hilang, tetapi fenomena bangkitnya kembali ideologi komunis di Indonesia masih menghantui kita semua.
Kita harus sadar bahwa sebagai sebuah paham, komunis tidak akan berhenti dan mati, tetapi terus akan hidup kembali melalui beragam bentuk. Terbukti, saat ini mereka berupaya bangkit kembali dengan memanfaatkan momentum reformasi, HAM, dan demokratisasi serta ketimpangan sosial yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Kita barangkali masih ingat wasiat salah satu pentolan anggota CC PKI Sudisman, yang divonis hukuman mati oleh Mahmillub di Jakarta, tanggal 27 Juli 1966 silam. Sudisman berwasiat kepada penerusnya, : “Jika saya mati sudah tentu bukannya berarti PKI ikut mati bersama kematian saya. Tidak, sama sekali tidak. Walaupun PKI sekarang sudah rusak berkeping-keping, saya tetap yakin ini hanya bersifat sementara dan dalam proses sejarah, nanti PKI akan tumbuh kembali sebab PKI adalah anak zaman yang dilahirkan oleh zaman”, katanya bersemangat.
Relevan dengan ucapan Sudisman tersebut, saat ini simpatisan Komunis berupaya melakukan metamorfosis sesuai tuntutan jaman. Bahkan belakangan ini mereka telah membuka situs internet sebagai salah satu media propaganda. Mereka juga berupaya melakukan apa saja guna mempengaruhi masyarakat baik melalui opini, buku, tulisan, internet (media sosial) dan lain sebagainya atau bermetamorfosis menjadi neo-komunis. Mereka masih ingin berupaya mengganti ideologi Negara Pancasila dengan ideologi lain (Komunis).
Disisi lain, materi Pancasila dan UUD 1945 dalam kurikulum pendidikan nasional saat ini semakin berkurang. Pancasila sudah jarang dibicarakan di depan publik, akibatnya banyak generasi muda yang kurang memahami Pancasila sebagai falsafah bangsa. Beberapa buku sejarah untuk sekolah formal juga mulai menghapuskan peristiwa pemberontakan PKI 1948 dan mencoba mengaburkan peristiwa G30S dengan menghilangkan singkatan PKI di belakangnya.
Oleh sebab itu, kita semua hendaknya selalu waspada, arif dan bijaksana serta melakukan antisipasi jauh kedepan terhadap berbagai kemungkinan bangkitnya kembali komunis gaya baru di bumi Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, komunisme adalah bahaya laten dan akan tetap menjadi musuh bersama. Sehingga kita semua harus terus memelihara dan meningkatkan ketahanan nasional agar tidak mudah terpengaruh dan dipengaruhi oleh ideologi lain, selain Pancasila.
Manakala kita tidak waspada maka tragedi G.30.S/PK yang lebih dahsyat dengan ideologi yang sama senantiasa kembali akan menjadi catatan sejarah negeri ini. Untuk itu perlu kewaspadaan kita semua sepanjang masa, agar hal serupa tidak terulang kembali di negara yang kita cintai ini.
Sebagai bangsa yang besar, yang sarat pengalaman dalam perjuangan menegakkan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI dan telah memantapkan diri untuk menjadikan Pancasila sebagai idiologi dan falsafah Negara, maka Pancasila harus tetap menjadi pegangan untuk menata bangsa ini menjadi lebih baik. Pancasila harus kita jadikan sebagai way of life dan roh bagi bangsa Indonesia.
Revitalisasi, internalisasi dan pengejahwantahan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap warga Negara, penyelenggara Negara dan lembaga kenegaraan serta lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai konteks jamannya harus terus dilakukan. Kita tak perlu terpengaruh oleh iming-iming landasan hidup bangsa lain, yang belum tentu sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. (rel)