Lalu ada pengembangan kawasan pasar modern pasar cinde yang dikerjakan oleh PT Magna Beatum (Aldiron Group) dengan investasi sebesar Rp225 miliar. Serta pengembangan lahan eks rumah sakit Ernaldi Bahar yang dikerjakan oleh PT Praja Adikara Utama (Lippo Group) dengan investasi sebesar Rp641,4 miliar.
Padahal ketiga BOT tersebut sudah siap bangun karena persyaratan administrasi sudah kelar. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sumsel Laonma PL Tobing mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu paparan dan penjelasan serta persetujuan dari DPRD Sumsel agar perencanaan ketiga proyek tersebut bisa dimulai.
“Rabu ini (23/6) Akan dibahas bersama DPRD Sumsel. Yang jelas kita targetkan tahun ini sudah mulai jalan proyeknya,” ujar dia. Ia menjelaskan, jalan atau tidaknya pelaksanaan BOT di Sumsel bukan sepenuhnya wewenang Pemprov Sumsel, namun juga ada andil setuju dari DPRD Sumsel.
“Tunggu dari sana saja (hasil pembahasan dengan DPRD Sumsel). Nantinya jika DPRD setuju maka pihak pengembang bisa langsung mulai pengerjaan bangunan. Saat ini kita juga masih menghitung kontribusi terhadap pelaksanaan kerjasama BOT itu,” kata dia.
Tobing menjelaskan, banyak masyarakat di Sumsel yang tidak memahami manfaat dari kerjasama sistem BOT. Padahal sebenarnya BOT bisa membantu Pemprov SUmsel untuk mendapat kontribusi.
Tidak hanya itu, aset-aset yang ada juga akan lebih terpelihara dan terpenting untuk pembangunan tidak dibiayai APBD. “BOT bisa menyerap lapangan tenaga kerja. Yang harus semua tahu, BOT bukan berarti menjual, asetnya masih akan tetap menjadi milik Sumsel,” terang Tobing. (sofuan)